Gelombang Mogok Massal di Sukabumi, 270 Sopir Angkot Tuntut Pembatasan Operasional Ojol

INFO-TARGET.COM | SUKABUMI
Ratusan sopir angkutan kota (angkot) di Sukabumi melakukan mogok massal sebagai respons terhadap maraknya kendaraan online yang mengancam pendapatan mereka. Sekitar 270 sopir angkot dengan trayek 01 Sukaraja-Stasiun Timur menghentikan operasional mereka dan meminta pemerintah untuk segera membatasi aktivitas transportasi online.

Pantauan di lokasi menunjukkan ketidakberadaan angkot di sepanjang Jalan Ahmad Yani dan Jalan RA Kosasih, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Beberapa kendaraan angkot terlihat terparkir di pinggir jalan, menciptakan kekosongan di area yang biasanya ramai.

Nandar Januarsa, seorang sopir angkot berusia 44 tahun, menjelaskan bahwa mogok ini dilakukan secara spontan oleh sopir angkot dari berbagai trayek. “Kami berharap ada pembatasan pada aplikasi transportasi online. Situasi sekarang semakin tidak teratur, dan pendapatan kami sudah menurun drastis,” ujar Nandar. Dia menyebutkan bahwa pendapatannya menurun hingga 50 persen, dari Rp350 ribu menjadi hanya Rp150 ribu per hari.

Para sopir tidak meminta kenaikan tarif angkot, melainkan meminta adanya pembatasan jam operasional untuk transportasi online agar ada pembagian waktu yang adil. Tarif angkot saat ini adalah Rp6 ribu untuk penumpang umum dan Rp3 ribu untuk siswa.

Ridwan, Ketua Kelompok Kerja Usaha (KKU) Angkot 01, menegaskan bahwa mogok massal ini dilakukan tanpa batas waktu dan meminta pemerintah segera mencari solusi. “Kami hanya ingin aturan yang jelas agar semua bisa berbagi. Penggunaan aplikasi online sudah sangat membludak,” katanya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Sukabumi, Imran Wardhani, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima tuntutan tersebut dan akan berkomunikasi dengan penyedia aplikasi transportasi. “Kami akan mendengarkan aspirasi para sopir angkot dan melakukan rapat lanjutan dengan pihak terkait,” ujarnya.

Dampak pada Penumpang

Aksi mogok ini berdampak pada banyak penumpang, yang terpaksa turun dari angkot dan berjalan kaki. Sejumlah penumpang, termasuk ibu dengan anak kecil dan seorang kakek, merasa kesulitan karena tidak ada angkutan umum yang tersedia.

Entang, salah satu penumpang, mengungkapkan kekecewaannya. “Saya harus berjalan kaki pulang dari rumah sakit karena tidak ada angkot atau transportasi online yang bisa saya akses,” katanya. Neni, penumpang lain, terpaksa mencari ojek untuk melanjutkan perjalanannya ke Puskesmas.

Ridwan mengulangi tuntutannya, “Kami ingin agar ada aturan yang jelas dalam perkembangan transportasi online ini. Semua harus bisa berbagi dan beradaptasi dengan perubahan zaman.”

Pihak berwenang diharapkan dapat segera merespons tuntutan ini untuk mengurangi ketegangan dan memberikan solusi yang adil bagi semua pihak.

Reporter : Ginanjar

Array
Related posts
error: Content is protected !!
Tutup
Tutup