INFO-TARGET.COM | BOGOR – Polemik pembelian buku pelajaran kembali mencuat di SDN Pasir Eurih 4, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Sejumlah orang tua murid geram setelah menerima informasi bahwa guru kelas 3 merekomendasikan buku “Prima Belajar Modul Pendamping Kurikulum Merdeka” yang hanya tersedia secara online.
Diduga, arahan tersebut berasal dari guru kelas 3A, dan disebut-sebut telah disetujui secara diam-diam oleh Kepala Sekolah SDN Pasir Eurih 4. Hal ini memicu keresahan di kalangan wali murid karena mereka merasa dibebani kewajiban membeli buku yang seharusnya disediakan sekolah.
AN, salah satu wali murid kelas 3A, mengungkapkan kekesalannya. Ia mengetahui informasi pembelian buku tersebut dari grup WhatsApp orang tua murid. Menurut AN, buku itu direkomendasikan oleh guru melalui komunikasi di grup dan kemungkinan merupakan hasil dari rapat wali murid bersama guru kelas.
“Meski saya keberatan, saya tetap membeli karena anak saya butuh buku itu di kelas. Sejak kelas 2, saya sudah diarahkan beli buku tertentu oleh guru,” ujarnya.
AN juga mempertanyakan peran pemerintah dalam hal ini. Ia berharap buku yang digunakan dalam pembelajaran bisa disediakan secara gratis oleh sekolah.
“Kalau buku itu memang penting untuk dipelajari di kelas, kenapa tidak disediakan oleh pemerintah melalui sekolah? Kami sebagai orang tua jelas merasa terbebani,” keluhnya.
Permintaan klarifikasi dilayangkan oleh para wali murid, baik kepada sekolah maupun pemerintah, agar pembelian buku ini tidak menjadi beban tambahan. Mereka berharap ada transparansi mengenai mekanisme pemilihan dan pembelian buku.
Upaya awak media untuk mendapatkan penjelasan langsung dari Kepala Sekolah SDN Pasir Eurih 4 sempat dilakukan melalui sambungan telepon. Pihak sekolah mengklaim bahwa guru hanya sekadar mereferensikan buku tersebut, tanpa ada unsur paksaan.
Namun, saat wartawan mendatangi sekolah pada Jumat, 18 Juli 2025, situasi mendadak memanas. Di kantor sekolah, sejumlah orang tua terlihat berkumpul bersama Kepala Sekolah. Diduga, Kepala Sekolah menghubungi pihak kepolisian dari Polsek setempat dengan alasan wartawan membuat kerusuhan dan mengganggu proses belajar.
Ironisnya, seorang wali murid bahkan sempat menyebarkan pesan di grup WhatsApp kelas 3 yang menyebut wartawan sebagai “abal-abal”, meskipun kedatangan media sudah diawali dengan komunikasi yang sopan dan permintaan izin tayang.
Situasi ini menunjukkan bahwa isu pembelian buku telah menjadi topik serius di lingkungan sekolah. Kehadiran wartawan justru dianggap ancaman, padahal tujuannya adalah melakukan konfirmasi atas keluhan orang tua murid.
Perlu diketahui, buku pelajaran sebenarnya bisa dibiayai melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau BOS Daerah (BOSDA). Dana ini diberikan pemerintah untuk mendukung kebutuhan operasional sekolah, termasuk pengadaan buku pelajaran agar siswa tidak dibebani biaya tambahan.
(M. Jamil – Tim)